22 Desember 2008

UU BHP dan Fenomena Demonstrasi

Belakangan ini marak terjadi demonstrasi di berbagai daerah. Tema demonstrasi tersebut tidak lain adalah penolakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang 17 Desember kemarin disahkan oleh DPR menjadi Undang-Undang (UU).

Apakah langkah pengesahan RUU BHP ini tidak terkesan tergesa-gesa? —mengingat masih banyak kontroversi yang meliputinya—. Dan apakah mahasiswa (pelaku demonstrasi) sudah benar-benar paham tentang makna atas isi dari UU BHP itu?

Implikasi

Banyak kontroversi yang terjadi terhadap adanya UU BHP. Salah satunya, ketika UU BHP tersebut diberlakukan, ditakutkan nantinya itu akan menjadi sebuah legitimasi hukum terhadap kenaikan biaya operasional dalam suatu instansi pendidikan. Sehingga apa yang menjadi keresahan selama ini (biaya sekolah mahal) akan terjadi.

Sebenarnya kapitalisme dalam dunia pendidikan sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu, bahkan sebelum UU BHP muncul ke permukaan. Namun, kini kesemuanya itu seolah mendapatkan sebuah legitimasi hukum dengan disahkannya UU BHP tersebut.

Dalam UU BHP dinyatakan bahwa, instansi pendidikan (PTN) diberikan wewenang mutlak untuk memanajemen keuangannya secara mandiri. Jika itu menjadi sebuah niat baik, tentu tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika hal tersebut disalahgunakan oleh pihak terkait untuk mendapatkan laba yang tinggi. Sudah pasti yang berfungsi di sini adalah prinsip dagang. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia sama dengan suatu perdagangan. Dan yang akan menjadi korbannya tentu kaum minoritas (masyarakat kurang mampu).

Sangatlah ironis ketika pendidikan hanya bisa dikonsumsi oleh masyarakat yang berduit saja. Karena bagaimana pun juga, masih banyak masyarakat kurang mampu di Indonesia yang ingin mendapatkan pendidikan namun harus kandas di tengah jalan hanya karena tersangkut masalah biaya. Menurut saya ini sudah melenceng dari cita-cita Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Jika Ki Hajar Dewantara masih hidup, mungkin beliau akan menangis.

Evaluasi Dua Belah Pihak

Sekiranya perlu ada evaluasi dari kedua belah pihak. Pihak pemerintah seharusnya jangan tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan. Selayaknya perlu ada sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan RUU BHP —yang sebenarnya sudah dikaji sejak tiga tahun yang lalu—, sehingga masyarakat (termasuk mahasiswa) tidak mengalami kepanikan seperti yang terjadi belakangan ini.

Namun, yang membuat saya heran, ketika sebuah rapat paripurna, di mana menteri yang terkait tidak hadir, bagaimana bisa suatu rancangan tersebut menjadi sesuatu peraturan yang sah?

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah —yang selama ini sering diremehkan, sehingga tidak dilaksanakan—, yakni transparansi suatu rancangan (draft) yang akan disahkan. Transparansi ini seharusnya dilakukan sebagai bentuk sosialisasi dari pemerintah terhadap masyarakat.

Pemerintah juga selayaknya memberikan sebuah jaminan hukum dan ketentuan yang jelas ketika menetapkan suatu rancangan menjadi sebuah undang-undang. Ini hanya sekedar saran klasik, “ketika ada kanan,maka ada kiri”. Maksudnya, ketika ada sebuah kebijakan, sudah selayaknya ada jaminan yang jelas yang akan menjadi counter penyeimbang.

Tidak dapat dipungkiri, masyarakat Indonesia kini tengah dilanda krisis kepercayaan terhadap pemerintahnya. Sehingga banyak yang terlanjur menjadi parno terhadap segala keputusan pemerintah.

Langkah tergesa-gesa pemerintah dalam mengesahkan RUU BHP ini juga terkesan sembrono. Bagaimana tidak, ketika rancangan tersebut akan dikaji ulang —karena isinya masih belum jelas maknanya—, tiba-tiba kabar pengesahan terhadap rancangan tersebut sudah tersebar luas kemana-mana di kemudian harinya.

Evaluasi juga berlaku pada pihak mahasiswa. Pihak mahasiswa (pelaku demonstrasi) seharusnya melakukan klarifikasi dan mencermati betul tentang apa yang menjadi makna atas isi dari UU BHP tersebut. Sehingga, jika terjadi demonstrasi, para pendemo (mahasiswa) sudah paham betul dengan apa yang sedang mereka pertentangkan. Tidak hanya sekedar ikut-ikutan saja.

Bukankah mahasiswa menjadi tumpuan generasi penerus sebuah bangsa? Jika mahasiswa tidak mampu mencermati realita yang ada di hadapannya, apa yang akan terjadi ketika hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan dan membudaya? Jangan sampai cap waton melu menempel pada diri setiap warga, karena itu akan mencerminkan sebuah sikap yang tidak bertanggungjawab.

Ketidakcermatan demikian bisa kita jumpai pada Presiden BEM UI Edwin Nafsa Nauval yang tidak mampu menjawab bagian mana (pasal) dari UU BHP yang mencerminkan liberalisasi pendidikan —yang sebelumnya digembar-gemborkan—, ketika berlangsung temu muka dan tanya jawab dalam ruang sidang paripurna DPR-RI (Kedaulatan Rakyat, 18 Desember 2008). Bukankah hal ini sangat memalukan? Cermat dan teliti serta kritis menjadi penting ketika kita ingin mengubah sebuah realita, tidak hanya sekedar ber-koar-koar dengan wajah arogan.

02 Desember 2008

Estetika Baturaden

Suatu maha karya Illahi yang terletak di daerah Purwokerto, Pancuran tujuh menghadirkan sebuah nuansa alam yang seimbang, selaras, dan dalam keragaman yang tak terbatas. Rimbun pepohonan tampak hijau dan segar tersamar oleh uap air panas yang terdapat pada Pancuran tujuh. Warna yang beragam juga terlihat pada unsur-unsur yang terdapat di dalamnya (pancuran tujuh), seperti tanah yang berwarna kekuningan akibat belerang yang terbawa oleh sumber air panas yang mengalir. Pegunungan yang tampak pun terlihat memiliki suatu ‘nyawa’ yang saling terikat diantara unsur-unsur pembentuk yang ada. Selain indah, Pancuran tujuh juga menawarkan kenyamanan berupa kebisingan alam yang sangat bertolak belakang dengan kebisingan kota yang terlalu banyak terkena campur tangan manusia. Kebisingan yang memberikan ketenangan ini mampu membuat suasana hati lebih ‘semeleh’. Lebih daripada itu, disini juga bisa didapatkan suatu pengobatan atau perawatan, serta peremajaan kulit dengan berendam di dalam kolam pemandian air panasnya. Meskipun banyak hal yang ditawarkan oleh objek wisata Baturaden pada umumnya, dan Pancuran tujuh pada khususnya, ada beberapa hal yang perlu disesalkan. Salah satu contoh adalah kurang terawatnya objek wisata tersebut dalam hal sarana operasionalnya, seperti: jalanannya, kebersihannya, dan masih banyak hal lainnya. Pada awalnya Baturaden/Pancuran tujuh merupakan objek wisata yang banyak diminati, meskipun jarak yang perlu ditempuh lumayan jauh. Namun belakangan ini mulai terlihat, bahwa objek wisata tersebut mulai tampak terbengkalai. Ini semua dikarenakan kurang pedulinya masyarakat yang ada terhadap karya agung yang telah diciptakan-Nya. Seharusnya kita, sebagai manusia, harus turut menjaga apa yang telah tercipta sampai titik darah penghabisan, jangan hanya mau bertindak ketika dapat untung saja, itu sama saja seperti pepatah “habis manis, sepah dibuang”. Jika memang ini yang terjadi, seharusnya kita malu terhadap diri kita sendiri, itu justru memberi nilai buruk bagi individunya, dimana jika sudah terpampang nilai buruk di dalamnya, maka secara otomatis nilai estetisnya pun akan turut berkurang. Pancuran tujuh yang secara alami telah menawarkan bermacam fungsi ini, selayaknya dijaga dan dirawat dengan segenap rasa penuh tanggung jawab. Sungguh sangat saying jika maha karya tersebut sampai rusak hanya karena ketidakpedulian para individu yang ada. Sungguh sangat biadab bila individu ‘membuang’ nya setelah kurang menguntungkan bagi dirinya sendiri. Jarang bisa kita temukan keindahan dalam ketidakharmonisan yang luar biasa seperti ini. Berbagai macam warna alami bisa terlihat di sini, ketenangan yang bising juga terdengar di sini, serta keberagaman yang tak terbatas juga mampu terlukis di sini. Sudah selayaknya bahwa sesuatu yang indah itu diberikan suatu penghormatan tersendiri.

Masih Tentang Aku

Terlalu banyak pertanyaan yang membutuhkan jawaban….. ?????????????????????????????????????????????????????? Sedang berjalan tanpa tahu apa yang aku tuju…. ?????????----------------------------------?????????? Masih tak paham dengan yang terjadi disekitar…… ??????????????????????????????????????????????? Aku masih bingung dengan apa itu teman… ????------------------------------------------????